Renungan Rabu 7 September 2022
Bacaan: 1Kor. 7:25-31; Mzm. 45:11-12,14-15,16-17; Luk. 6:20-26.
Bersukacitalah pada waktu itu dan bergembiralah, sebab sesungguhnya, upahmu besar di sorga; (Lukas 6:23ab)
Dalam hidup ini, kita dihadapkan pada pilihan. Bila kita memilih ikut Yesus, tentu ada harga yang harus dibayar. Dan juga ada upah yang menanti kita.
Bagaimanapun keadaan kita sebagai orang yang mempunyai iman taat penuh pada Tuhan dan dengan sukacita mau mengikuti-Nya, akan jelas jauh lebih baik daripada apapun yang ditawarkan dunia ini, berapapun harga yang harus kita bayar.
Seruan: “Berbahagialah…” (Lukas 6:20-22) Tuhan menunjukkan kepada kita yang mengalami kesulitan dalam hidup berkaitan dengan iman kita kepada Tuhan. Kita bisa menjadi miskin, lapar, sedih, dibenci, dikucilkan, dicela, bahkan ditolak orang di sekitar kita. Itulah harga yang harus bayar karena komitmen kita untuk mengikuti Yesus. Dan karena ketekunan iman kita inilah, maka Tuhan Yesus menjanjikan berkat-berkat-Nya untuk hidup kita.
Melalui bacaan Injil hari ini, Yesus mengingatkan kepada kita bahwa selalu ada harapan dalam Dia. Harapan untuk terus hidup dalam iman dan kasih akan Tuhan.
Yesus akan membuat kita berbeda dengan orang lain pada umumnya. Ketika di luar sana banyak orang mengalami kesulitan, kesusahan dan menghadapi berbagai masalah yang ada, baik itu masalah keluarga, ekonomi, sakit, pekerjaan atau pun masalah lainnya (tentu saja kita juga mengalami kesulitan, kesukaran yang sama dengan mereka), maka akan ada perbedaan dalam menghadapi persoalan tersebut. Di mana mereka kebanyakan akan mengeluh dan berputus asa, patah semangat dan tidak berpengharapan. Tetapi yang membedakan kita adalah bahwa sebagai anak Tuhan yang punya iman percaya kepada-Nya maka ada harapan yang tumbuh kuat dalam iman dan kasih Tuhan saat kita menghadapi berbagai kesukaran hidup serta sukacita dalam mengikut Dia.
Seruan: “Celakalah…” (Lukas 6:24-26) ditujukan kepada mereka yang kaya, kenyang, tertawa dan senang mendapat pujian. Mereka ini merasa nyaman dengan hidup mereka dan dengan apa yang mereka miliki, sehingga mereka berpendapat bahwa mereka tidak perlu tergantung pada apa pun, bahkan kepada Allah. Dengan demikian, mereka ini sudah mendapatkan upahnya.
Yesus mengajarkan kepada kita bahwa miskin dapat diartikan sebagai ungkapan rasa haus dan lapar akan Allah, mempunyai hati yang selalu rindu akan keberadaan Tuhan Yesus, dan menggantungkan hidup sepenuhnya dalam kuasa tangan Tuhan. Karena jika kita mempunyai banyak harta benda, maka akan dengan mudahnya menjadikan itu sebagai berhala. Kekayaan materiil dapat “menguasai” hati kita dan menjauhkan kita dari kerendahan hati dan sikap bergantung pada Allah guna menerima rahmat dan berkat-Nya. Itulah sebabnya mengapa Yesus bersabda: “Tetapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh penghiburanmu.”
Yesus juga mengajarkan kepada kita bahwa Ia tidak mengutuk orang-orang kaya, tetapi Yesus akan berduka jika kekayaan itu membawa kemiskinan spiritual dari mereka yang puas dengan kekayaan duniawi. Karena sudah menjadi manusiawi, jika kita memperoleh kekayaan duniawi, akan dengan mudahnya kita mengesampingkan Allah dan orang lain yang membutuhkan bantuan kita.
Renungan kita akan bacaan hari ini: Adakah kita mempunyai kerinduan untuk mengesampingkan kepentingan-kepentingan kita dan mulai bekerja untuk membawa terang Kristus ke dalam kegelapan di sekitar kita?
Kebahagiaan sejati tidak datang dari hidup senyaman mungkin dalam dunia ini, melainkan dari kenyataan bahwa kita hidup dalam bimbingan Roh Kudus. Memusatkan pandangan kita pada Yesus, maka kita pun akan memperoleh kekuatan dan hidup penuh pengharapan hanya dalam Yesus Kristus Tuhan kita.
Doa
Allah Bapa yang penuh kasih, kami bersyukur atas janji-Mu untuk senantiasa memberikan kekuatan pengharapan hanya di dalam Yesus. Ajar kami Tuhan untuk selalu dapat mengikuti rencana-Mu. Setia pada Tuhan sehingga kami bisa menjadi berkat bagi sesama kami. Amin
Tuhan membimbing dan memberkati kita semua. Amin (VRE)